Sabtu, 10 Maret 2012

Hujan di Depan Rumah

( Hujan di Depan Rumah, M.A Ojudista, 2007 ) Pagi ditemani rintik-rintik hujan Langit yang putih tertutup awan Kupandangi suasana depan rumahku Ada sawah dan padi yang mulai menguning Rasa malasku semakin membesar Dan ingin membawaku lagi mengarungi mimpi Tapi aku masih ingin berdiri disini Memandangi desaku yang sangat indah Karena aku takut semua ini akan hilang Disulap menjadi taman-taman kemunafikan Di waktu yang cerah kita bisa melihat Bukit dan gunung yang berbaris rapi Tapi dari depan rumahku juga kelihatan Corong asap pabrik yang menghitami angkasa Pernah ada satu burung jatuh di halaman rumah Sambil menangis dia berbisik padaku Kalau dia terkena radang paru-paru Setelah melewati kawasan industri dekat rumahku Esok harinya sahabat sang burung datang membawa kabar Kalau temannya yang sakit paru itu telah mati Karena merasa cemas burung-burung lainnya Membeli masker dari toko terdekat Rintik hujan berubah menjadi hujan deras Kubuat secangkir kopi dan aku tidak mau lagi keluar rumah ( Hidup- M.A Ojudista, 8 April 2010 ) Berlarilah… berlarilah jangan menoleh ke belakang Biarkanlah… biarkanlah dia tetap tertinggal di belakang Jangan terus jatuh hanya karena kaki berdarah Jangan terus menangis hanya karena tergores Teriaklah… bahwa itu bukan kehidupan yang indah Hantamlah.. bahwa itu memang benar musuh yang nyata Karena kita bukan orang-orang yang kalah Karena kita bukan orang-orang yang gila Tersenyumlah karena mentari setia menemani Setiap jejak langkah kita hinggah dia musnah Yakinlah bahwa tanah tidak akan sudi menerima Bangkai kita yang telah bersetubuh dengan penguasa Bumi rindu keringat-keringat manusia yang penuh cinta Yang akan menjadi penyambung kehidupan selanjutnya Bumi rindu darah-darah manusia yang penuh cinta Yang akan menjadi penyambung kehidupan selanjutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar