Persil V adalah sebuah daerah yang terletak di kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, yang akhir-akhir ini sering diberitakan di berbagai media karena seringnya terjadi bentrokan antara warga dengan pihak PTPN II dalam kasus sengketa kasus perampasan tanah rakyat setempat.
Luas lahan sengketa adalah 400an Ha, yang jika dirunut konflik ini mulai terjadi sekitar tahun 1972, dimana rakyat telah mengusahai tanah mereka turun temurun dan pada masa kepemimpinan Soekarno, negara memberi tanah itu kepada rakyat atan nama tanah Suguhan Persil V, dan diperkuat dengan legalitas kepemilikan tanah berupa sertifikat hak milik.
Namun pada tahun 1972 pada masa rezim Orde baru tanah tersebut dirampas oleh negara dan diperuntukkan menjadi Hak Guna Usaha oleh PTPN II untuk perkebunan kelapa sawit dan karet, rakyat kehilangan alat produksinya dan harus beralih profesi hanya sekedar untuk menyambung hidup.
Pada tahun 1998 warga Persil V mulai berjuang untuk merebut kembali tanahnya dengan cara mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Deli Serdang atas nama koperasi yang mereka bentuk yaitu Koperasi Juma Tombak dan bergabung dengan perjuangan petani Persil IV (525 ha) yang mengalami kasus sama, di Tingkat Pengadilan Negeri gugatan dimenangkan oleh pihak warga, PTPN II melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi namun gugatan tetap dimenangkan oleh pihak rakyat, dan berlanjut hinggah kemenangan rakyat di tingkat MA yang menolak kasasi PTPN II, namun kenyataan pahit akhirnya menimpa rakyat karena PTPN II melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus tersebut dengan bukti-bukti baru yang diajukan PTPN II dan MA mengabulkan PK PTPN II.
Dalam putusan pengadilan dinyatakan bahwa tanah adalah milik rakyat dan tanaman milik PTPN II diperkuat dengan keputusan BPN ( Badan Pertanahan Nasional ) yang menyatakan bahwa areal sengketa tersebut diluar HGU (Hak Guna Usaha), dan dalam catatan jajak pendapat diantara beberapa lembaga pemerintah tersebut PTPN II juga mengakui bahwa tanah tersebut milik masyarakat tetapi tanaman milik PTPN II, hal ini yang selalu menimbulkan konflik di lahan, akhirnya menjadi tanah tak bertuan, asset tanaman diatas lahan sengketa tersebut perbulannya bisa menghasilkan 1 milyar rupiah bahkan bisa lebih. Tentu ini menjadi sebuah proyek terselubung dan bisnis kotor diantara pejabat-pejabat di tubuh PTPN II dan TNI/POLRI, karena dalam logikanya jika tanah diluar HGU maka tidak akan disetor ke kas negara.
Jika disederhanakan sumber masalahnya adalah tanaman diatas lahan tersebut, maka tanaman (sawit dan karet) yang diklaim milik PTPN II tersebut harus dimusnahkan, tetapi rakyat akan dihadapkan dengan kriminalisasi tindak pidana pengrusakan tanaman, maka jika ingin memusnahkan tanaman tersebut rakyat harus melakukannya dengan cara diam-diam dan rahasia.
Pada tahun 2002 Koperasi Juma Tombak yang merupakan wadah perjuangan petani Persil V dan IV mengalami konflik internal, berhembus isu konflik perpecahan di internal koperasi Juma Tombak dipicu oleh beberapa anggota pengurus koperasi yang telah membelot dan menjadi agen kepentingan PTPN II karena setelah ditinjau ulang ternyata wadah mereka terbangun secara sentralistik yang memberikan wewenang penuh terhadap ketua Koperasi, di sisi lain selama tahun 2000-2002 rakyat sempat menguasai lahan secara penuh dan memanen buah sawit di atas lahan sengketa tersebut untuk menjadi logistik perjuangan yang di simpan menjadi kas Koperasi Juma Tombak, dengan keadaan organisasi yang tidak sehat maka terjadilah praktik korupsi di tubuh koperasi tersebut, kelemahan yang lain terletak pada metode perjuangan yang hanya mengandalkan pada putusan pengadilan bukan pada gerakan pemusnahan tanaman yang akhirnya menyebabkan beberapa oknum pengurus koperasi memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan pribadi dari hasil pemanenan tersebut ditambah dengan lemahnya control dari organisasi maka perpecahan semakin tak terelakkan dan Persil IV menyatakan sikap keluar dari koperasi Juma Tombak.
Pasca bubarnya Koperasi Juma Tombak kondisi perjuangan di Persil V menjadi berantakan, lahirlah dua blok kekuatan yang saling bersaing untuk merebut sawit di atas lahan sengketa tersebut, yaitu blok PTPN II yang beranggotakan ratusan preman-preman bayaran dan puluhan brimob ( BKO ), blok lain adalah mantan-mantan pengurus koperasi Juma Tombak Persil V yang beranggotakan puluhan preman bayaran yang di backup oleh Tentara dalam bentuk KSO : Kerja Sama Operasional. Oknum-oknum mantan pengurus koperasi ini memiliki beberapa sertifikat tanah dari warga yang mereka jadikan sebagai alat untuk melakukan kerja sama dengan pihak tentara sebagai jaminan mereka untuk melakukan KSO.
Dua blok ini adalah musuh perjuangan petani Persil IV, dan dua blok ini adalah merupakan konflik yang sengaja dipelihara agar memunculkan kondisi yang tidak aman, dan dua blok ini adalah sebuah konspirasi besar dari sebuah scenario persoalan agraria di Sumatera Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar