Kamis, 23 Mei 2013

INI AKU BUKAN PEREMPUAN BIASA..?

"PEREMPUAN TIDAK HARUS BICARA FEMINIS..KARENA PEREMPUAN ADALAH TETAP PEREMPUAN."
Oleh:Reyzastice Tarigan

Ketika perjuangan seorang perempuan diluar sana dikaitkan atau dilabeli dengan yg namanya faham
feminis yg notebene adalah budaya barat yang memang cenderung bebas.Itu bukan berarti bahwa para pengikut kebebasan mengacuhkan kesejahteraan orang lain. Solidaritas dan kebebasan tidak saling terpisah. Bahkan tanpa kebebasan solidaritas sejati tidak  mungkin ada.Terlalu dilematik memang karena dengan alasan persamaan hak dan kesetaraan,sadar atau tidak sadar perempuan ditanamkan pemikiran dan pandangan yg sifatnya mengarah pada keburukan kaum lelaki.Tapi perjuangan perempuan yg muncul dari kesadaran yg ada seringkali terkait oleh fakta sosial yg ada di masyarakat.tidak ada pembatasan untuk perempuan melakukan apa yg dia sukai dan senangi selama
perempuan itu secara utuh dan holistik menghargai kesetaraan itu milik manusia bukan milik perempuan atau laki-laki.
Mari kita mulai dari Perjuangan,Perempuan apapun idealnya adalah tetap manusia yg dari lahir belajar untuk memahami karakter dan identitas dirinya..tapi ingat ini semua bukan menegasikan ciri-ciri tertentu.Dan perjuangan itu tidak akan mengajarkan perempuan untuk meninggalkan keluarga,mengajarkan perempuan untuk tidak terikat dengan pernikahan dan membenci laki-laki,bukan juga pelajaran tentang kebebasan dan menolak semua ajaran agama,bukan juga tentang bagaimana mengajarkan kita untuk sex bebas,berprilaku sesuka hati dan aborsi.Ini tentang perjuangan hidup harian perempuan ataupun manusia di dunia globalisasi yg penuh dengan ancaman radikalisasi yg mempengaruhi hidup dengan berbagai cara dari hal kecil yg sepele yg sampai ke hal yg besar.Bukan pula tentang pemahaman dan dominasi doktrinisasi atas kebiasan individu seseorang yg menjalani hidupnya berbeda dengan kita.Kalau berbicara fakta,semua kejadian yang korbanya adalah perempuan adalah nyata dan bisa kita lihat di masyarakat atau melalui media.Disini mulai dari kultur,struktur dan substansi hukum kita menempatkan perempuan sebagai pelengkap.Jadi,diperlukan suatu definisi yang tepat tentang perjuangan perempuan(kebebasan yg mutlak) bagi setiap individu itu.hidup tanpa terhalangi oleh hambatan-hambatan yg dibuat orang lain untuk menghalanginya.
Aku tidak sedang berbicara tentang feminis..kawan.aku hanya muak dengan pengejaran label antara perempuan biasa yg di anggap dapat terwakili secara moral dan bersifat logis ketika kebebasan nya tidak ditonjolkan,dan pada akhirnya sebuah sikap dari perempuan tidak biasa(feminis)menjadi bumerang buat yg namanya moral dan kebebasannya yg dicita-citakan belum mampu direalisasikan olehnya.Meskipun ada kemajuan,tetap saja masih terdapat aturan-aturan paksaan(umumnya oleh pemerintah)yg membunuh,melukai,mengurung atau mengambil hak dan kesetaraan mereka.kita perempuan seharusnya tidak terpatron pada label perjuangan dan kreativitas kita sebagai seorang perempuan.Bukankah ada begitu banyak dalih untuk membatasi ruang(perjuangan) itu?  Bukankah banyak orang merasa terancam oleh adanya perbedaan dengan perempuan(bukan feminis)lain sehingga mereka hendak membatasi perbedaan itu dengan kekerasan?  Bukankah banyak orang berpendapat bahwa menjadi manusia tanpa perbedaan adalah sangat indah.Bukankah banyak orang menganggap sah melindungi sesama dari pengrusakan diri (misalnya aborsi)?Bukankah banyak orang ingin memaksa orang lain demi kebahagiaan orang tersebut?karena setiap orang atau perempuan didunia ini boleh mencari kebahagiannya dengan jalannya sendiri.bersama sama mendapatkan tujuan yg sama dan tumbuh bersama dengan perjuangan setiap perempuan berdasarkan suatu kebiasaan.
Yang kita butuhkan adalah SOLIDARITAS hey kawan.solidaritas yg merupakan bagian dari syarat dasar manusia untuk hidup saling berdampingan.solidaritas ada dalam tindakan individu dan masyarakat yg dibentuk atas dasar sukarela.Perbedaan dan persaingan dianggap tidak memperhatikan nilai sosial,dan dengan demikian dianggap tidak solider.

Rabu, 22 Mei 2013

TERTEROR...!!!




 "Jika kita menghamba kepada ketakutan
maka kita memperpanjang arus perbudakan.."Wiji Tukul



 Terorisme adalah terror yang dilakukan secara sistematis,dalam bentuk kekerasan atau intimidasi untuk menciptakan ketakutan.Iklim terror yang diciptakan oleh media massa dan pemerintah baru-baru ini dan sedang berlangsung serta akan berkelanjutan nantinya,sesungguhnya hanya menginginkan kebungkaman kita ,agar kita menciptakan suatu ikatan social yang dipenuhi rasa takut.Teknik yang digunakan pemerintah untuk memanipulasi pandangan masyarakat dengan tujuan  menjalankan agenda seperti mereka sedang sibuk bagaimana merenovasi gedung DPR-MPR gara terlihat megah,rumah dinas,dan kendaraan mobil dinas yang mewah serta anggaran belanja persenjataan militer/alutsista.
 Pada kenyataannya pemerintah dan kepentingan bisnis global yang mereka layani,mereproduksi terror dimana-mana.Kepentingan bisnis global telah mengamini bahwa harus ada yang dirugikan dan di untungkan dalam pertarungan kekuasaan,imbas dari kampanye”Perang terhadap terorisme global”.Yang terjadi disekitar kita hanyalah scenario pertarungan kekuasaan antar penguasa.Mereka mnciptakan  sebuah dunia dimana kebencian,konflik horizontal masyarakat,pembantaian,penembakan bahkan pengeboman menjadi suatu lingkaran setan yang menaruh keuntungan diatas segala-galanya.
Terorisme bukan hanya penembakan,peledakan bom atau ancaman nyata.Tidak!,lebih dari itu,ia ada dimana-mana.Terorisme adalah segala kekhawatiran yang merongrong keseharian kita.Teror mewujud menjadi rutinitas yang kita jalani setiap harinya.Dari beras didapur kita yang semakin menipis,penyakit mematikan yang senantiasa akan hinggap ditubuh kita,biaya berobat yang mahal,keinginan untuk berbelanja yang belum tentu kita butuhkan(konsumeristik),ledakan gas elpiji yang menjadi “bom waktu” yang sewaktu-waktu akan meledak,muka masam atasanmu di kerjaan dan ancaman PHK,pekerja domestic(PRT) atau buruh migrant(TKI) yang akan menjadi “mangsa” majikannya,belum lagi ancaman terali besi,dan sebagainya.Kamu terteror,bukan hanya penembakan atau ledakan bom,tetapi oleh tuntutan keseharian yang seolah-olah semakin menekan.
 Penembakan atau penyerangan sekelompok orang yang dianggap perampok/teroris dengan polisi baru-baru ini yang membuat seketika kamu ingin merasakan dan menuntut rasa aman dari lembaga/institusi keamanan Negara yang yang tidak akan mewujudkannya malah akan semakin menteror kehidupan harianmu.Betapapun kau telah mempercayakannya kepada pemerintah,kau masih saja merasa tidak aman.
Dengan terror mereka menginginkanmu untuk bungkam dan mempercayai ilusi keamanan yang mereka berikan.Jangan biarkan setiap nyali dan semangat perubahan social diciutkan,jangan biarkan hasrat kita terbungkam oleh terror,teroris,terorisme.Maknai kembali hidup kita,hidupi kembali hidup kita..


“Rasa takut akan terror lebih buruk.!Ketimbang terror itu sendiri”
Anonimus


Senin, 29 April 2013

MAYDAY BUKAN (HANYA) HARI BURUH!!


Ya betul, Mayday bukan hanya sekedar hari buruh yang berhak diakui oleh mereka yang merasa dirinya buruh. Mayday adalah hari bagi setiap orang, setiap individu yang merasa kebebasan mereka terebut oleh sebuah sistem ekonomi dan budaya yang hanya menyisakan ruang untuk sebuah aktifitas rutin yang penuh perhitungan untung-rugi.
Hari bagi mereka yang berhasrat menjadi manusia, bukan hanya sekedar penjual dan atau pembeli. Mereka yang menolak diri mereka memimpikan hidup dengan keragaman nilai bukan hanya hidup tanpa kemandirian, kreatifitas, kekuatan dan penemuan-penemuan nilai-nilai baru yang tidak terdesak dan tergusur oleh satu nilai: ‘nilai ekonomi’. Mereka yang menolak mendasarkan hidup mereka hanya pada satu kepentingan dan tujuan: ‘kepentingan dan orientasi pasar’. Mereka yang menginginkan hidup dengan petualangan dan dengan kontrol penuh atas diri mereka sendiri dalam genggaman tangan mereka. Hari bagi setiap individu yang menolak dunia yang hanya menghargai orang dari seberapa banyak property yang ia miliki, seberapa besar kesuksesan yang ia peroleh dan seberapa besar kekuasaan yang ia raih. Hari bagi setiap orang yang menolak untuk di-standarisasi, di massifikasi, diasingkan dan direduksi eksistensinya sebagai komoditas belaka.
Mayday bukan hanya hari para buruh yang menolak diperbudak hanya karena mereka tak punya modal dan melacurkan diri mereka didalam pabrik-pabrik untuk sekedar kebutuhan hidup sehari-hari namun juga hari bagi seorang pekerja kerah putih yang bekerja di sebuah korporasi dan menolak jadi kelas menengah. Hari bagi seorang profesional muda yang menolak menjadi tua dan meninggalkan profesi mereka. Hari bagi seorang agen asuransi yang menjelaskan pada setiap klien mereka bahwa tak pernah ada jaminan polis yang cocok bagi hidup mereka, hari bagi seorang penyair yang menghidupi puisinya dan hari seorang rapper yang mengasah skill-nya hingga ke level gila-gilaan dan menolak menjualnya ketangan sebuah korporasi rekaman. Hari bagi seorang punk rock yang berhenti di-mohawk dan keluar dari stereotipikal ‘punk rock’ dan berbagi pengetahuan tentang independensi komunitas dengan seorang Santri. Hari bagi seorang gitaris grindcore yang tak lagi menulis lagu tentang kematian karena sadar bahwa kematian adalah hal yang normal didalam masyarakat yang hanya sekedar bertahan hidup. Hari bagi seorang seniman yang memberi jari tengah pada kurator. Hari bagi seorang religius yang membenci institusi agama dan menolak seruan perang agama. Hari bagi seorang desainer pada sebuah perusahaan periklanan yang mem-vandal sendiri billboard hasil ide mereka dan hari bagi seorang anak keturunan sunda yang melecehkan omongan negatif ayahnya tentang ras medan dan cina dan kemudian menyebut ayahnya sebagai seorang rasis. Hari bagi seorang pegawai bank yang pura-pura lupa catatan keuangan satu semester terakhir dan menyimpannya untuk dijual ke tukang beling. Hari bagi seorang ibu rumah tangga yang menolak mencuci piring dan pakaian suami jika hanya lantaran ‘kewajiban moral seorang istri’. Hari bagi seorang anggota geng bermotor yang tak lagi yakin bahwa hidup dapat dijalani diatas sepeda motor dan tak percaya omongan ‘senior’ feodal mereka bahwa membunuh anggota geng musuh dapat mewakili eksistensi mereka. Hari bagi seorang anak SMA yang tak ingin mencari identitas didalam sebuah pencitraan sabun mandi, odol, deodorant atau sepatu Nike dan hari bagi seorang tamtama yang tak yakin lagi dunia ini dapat dibangun dengan komando dan sadar ia punya potensi kebebasan yang tak bisa dicampuri oleh patriotisme dan bacot komandan mereka. Hari bagi seorang intel yang muak mengintai hidup orang lain untuk kemudian mulai sibuk ‘memata-matai’ hidupnya sendiri. Hari bagi pengamen jalanan yang menolak mengemis belas kasihan penumpang angkot dan tetap bernyanyi sepanjang hari dan memakan makanan dari tong sampah sebuah Plaza. Hari bagi sepasang kekasih yang menjalani cinta atas dasar restu dan komentar orang lain dan tidak lagi menghakimi cinta atas alasan kelamin. Hari bagi seorang homoseks yang tak lagi percaya pada klub-klub gay dan mencari kebebasan dengan membakar tabloid “Gaya Nusantara”. Hari bagi seorang karyawan McDonalds yang memperlambat layanan bagi konsumen dan mencuri stok makanan yang terbuang dari gudang dan hari bagi seorang ABG yang membawa rekan-rekannya nangkring di fast food berjam-jam dengan bermodal air putih dan timbel dari rumah dan tak membeli makanan disana. Hari bagi seorang gemar film yang bertanya 1000 kali pada petugas tiket “film apa hari ini?” dan hari bagi seorang seniman performance yang berkostum satpam pada sebuah bank dan breakdance sepanjang hari. Hari bagi mereka yang berikrar akan memblokade setiap jalan yang akan dilalui birokrat IMF, World bank dan WTO di seluruh Indonesia, Hari bagi seorang aktivis lascar jihad yang mempropagandakan perang melawan Israel tanpa terperangkap retorika rasis dan perang agama, Hari bagi seorang aktivis mahasiswa yang tak percaya lagi retorika gerakan moral dan membuat nilai-nilainya moralnya sendiri yang bukan demi nilai-nilai dari slogan-slogan ilusi seperti “Demi Tuhan, Bangsa dan Almamater”. Hari bagi seorang nasionalis yang mulai membangun komunitas bukan atas alasan cinta tanah air dan hari bagi seorang fasis yang bunuh diri.
Dan yang paling pasti, Mayday adalah hari bagi kami yang tak peduli kalian mengerti selebaran ini atau tidak, tak peduli selebaran ini berguna bagi kalian atau tidak. Di sebuah era dimana massa mayoritas melecehkan kebebasan individu dan kekuatan individu dipakai untuk meraih massa guna kepentingan dirinya dan segelintir orang kami tak tertarik untuk ikut dalam kompetisi meraih simpati dan dukungan ‘massa’. Bagi kami kekuatan ‘massa’ hanya akan lahir jika setiap orang menyadari kekuatannya sendiri untuk dapat bebas dan melakukan apa yang dikatakan hasratnya bukan hasrat yang diciptakan oleh elit, birokrat, pemilik modal, kebutuhan pasar, dan tradisi. Bagi kami, Mayday bukan ‘hari buruh’ karena momen peringatan model begini bagi kami hanyalah omong kosong. Kami tak ingin bebas hanya dalam satu hari saja. Kami tak ingin sebuah hidup hanya diatas sebuah panggung festival sehari seperti layar tancep yang jika ada gerimis langsung bubar. Kami ingin festival ‘setiap hari’ yang memfasilitasi lantai dansa bagi ‘setiap yang hidup’. Mayday adalah hari kita semua ketika menghajar kebosanan sebuah dunia.
Rebut dan curi kembali hidup kalian, tuntutlah yang tak mungkin !!! LET’S GET THE ‘PARTY’ STARTED !!!

ANONIMUS

Rabu, 20 Maret 2013

MENAKAR EKSISTENSI MAHASISWA DALAM PERSPEKTIF TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

Dinamika kampus sebagai lembaga pendidikan terus berjalan,sebab dari lembaga inilah,sebagian besar pertanyaan dari perkembangan realitas dunia dapat terjawab yang dalam artian bahwa kampus adalah wadah yang mentranformasikan pengetahuan yang secara teoritis antara pendidik dan peserta didik dengan pedoman Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan,penelitian dan Pengabdian sebab berbicara tentang eksistensi juga harus berbicara esensi dari sebuah peran sebagai mahasiswa yang mengenyam pendidikan tinggi yang dapat menjadikan peserta didik berpikir secara ilmiah,objektif,rasional dan bervisi dengan wawasan almamaternya.Hal-hal tersebutlah yang stidaknya diperkenalkan pada masa-masa Ospek(orientasi pengenalan kampus) yang pada dasarnya diperkenalkan pada calon-calon mahasiswa baru pada masa Penerimaan mahsiswa baru di tahun ajaran perguruan tinggi saat ini dan seterusnya bukan pada hal-hal yang sering kali kita dengar dengan Ospek(orientasi pengenalan kekerasan) Kilas balik sejarah Mahasiswa dan perubahan,dua kata kunci ini memang sulit untuk dipisahkan ,berbicara tentang mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari predikat prestisius yang kerap disandangnya ,yakni sebagai “intelektual muda”.Dan berbicara tentang perubahan tidaklah menarik kalau tidak melibatkan peran strategis dan fungsional yang selama ini diperankan oleh mahasiswa .Berbagai lakon dan episode positif telah berhasil ditunjukkan oleh mahasiswa seperti gerakan pemuda pribumi dari kelas priayi yang telah belajar ketingkat pendidikan tinggi pada masa colonial atau masa pra kemerdekaan 1945 karena semangat kebangsaannyalah yang membawa mereka kembali kepada kesadaran politik tentang arti sebuah kemerdekaan yang harus melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan pembodohan yang diciptakan oleh colonial dan peran mahasiswa sangat strategis untuk menjalankan konsep-konsep kemerdekaan.
“Berikan saya sepuluh orang pemuda,maka saya akan merubah dunia…” (Soekarno)
Dan pasca kemerdekaan masih terus eksis dari Orde lama dan tahun 98 sebuah demonstrasi kolektif menuntut reformasi antar kampus-kampus di Indonesia yang akhirnya menamatkan riwayat rezim otoritarianisme Soeharto pada masa Orde Barunya yang menciptakan krisis berkepanjangan dan presiden RI yang kedua tersebut jugalah yang menciptakan NKK BKK yang tak terbantahkan. Hingga pada akhirnya ada “kamus baru” yaitu Reformasi Akan tetapi,reformasi sebagaimana yang telah digulirkan dari dunia kampus di Indonesia telah berubah menjadi deformasi yang menuju pada holocaust social. Orientasi perubahan bagi tatanan masyarakat ( politik,ekonomi,social, kemasyarakatan)yang lebih kondusif bertolak belakang 180 derajat di lapangan realitas.Artinya bahwa reformasi yang terjadi selama ini,diakui atau tidak –hanya bertumpu pada persoalan politik praktis tanpa pernah sedikit pun memandang substansi dari krisis multidimensional yang terjadi. Fenomena ini telah menyeret dalam arena pertarungan politik praktis dan kepentingan.Pada kondisi demikian,mahasiswa akan berada pada titik focus mesin legalisasi kepentingan politik tertentu yang sayangnya tidak disertai konsepsionalisasi yang objektif dan tidak menciptakan rasionalitas diatas realitas,tidak mengherankan pada akhirnya tingkat kepercayaan masyarakat akan merosot tajam.Kecendrungan ini menunjukkan kesadaran politik mahasiswa selama ini lebih didorong oleh factor kesadaran moral atau gerakan moral. Ada dua alasan mengapa peran pemuda mahasiswa menjadi minimum.
Pertama persoalan struktural.”Manusia adalah makhluk politik (zoon politicon)”kata Aristoteles ,dan karena mahasiswa adalah juga manusia,maka aktivitas politik tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mahasiswa.sebab ada media politisasi kampus akan tetapi potensi ini telah ‘dimatikan’ secara sistematik. Tidak tersedianya ruang gerak yang cukup untuk mengembangkan kreativitas dan pengaktualisasikan diri mahasiswa secara wajar dan proporsional.dan mahasiswa pada akhirnya digiring untuk sekedar berkutat pada persoalan diktat dengan pengawasan ekstra ketat.
Kedua,persoalan cultural..terdapatnya missed perception tentang perubahan yang diidentikkan dengan perebutan atau penumbangan kekuasaan dan praktek kekuasaan yang cenderung kotor dengan stigma negative, maka perlu dianalisis secara objektif yang didasarkan pada silogime mantiq(logika ilmiah) .Analisis ini telah memberikan konstribusi semacam multiplier effect untuk men concern-kan kita terhadap persoalan problematika dan perubahan.Kendala cultural ini bila diusut lebih kedalam juga merupakan imbas dari persoalan structural.Artinya bila hanya satu atau bahkan beberapa personal mahasiswa saja yang pragmatis dan apatis tentang perubahan maka itu tidak terlalu berpengaruh dan menimbulkan problem.tetapi bila tidak ada sama sekali dan hilangnya gairah atau semangat perubahan akibat depolitisasi kampus secara laten,maka ini adalah problem serius,Artinya,remarjinalisasi semangat perubahan mahasiswa bukan sekedar prognosis futuristic (ramalan masa depan)melainkan ineviabilitas histories atau pengkaburan nilai-nilai sejarah.
Kalau memperhatikan realitas yang terjadi di kampus-kampus secara umum, paling tidak kita akan menemukan kelompok mahasiswa yang pemahamannya dan kecendrungannya relative berbeda sesuai dengan perbedaan landasan pemikiran yang mendasarinya.Berikut dipaparkan beberapa kekinian kehidupan kampus dan mahasiswa yang dibagi dalam beberapa kelompok diantaranya adalah mereka yang apatis atau cuek terhadap kondisi kehidupan masyarakat yakni,mereka yang tidak peduli dengan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat.Bagi mereka yang penting selamat.Ngapain susah mikirin nasib orang lain,mikirin diri sendiri aja udah susah. Memang system kapitalis yang menyetir pola kehidupan sekarang melahirkan degradasi nilai-nilai kemanusiaan. Sistem ini memang berhasil memberikan nilai materi yang cukup berlimpah. Namun, ternyata keberhasilan itu hanya diraup oleh segelintir orang yang kuat, sementara mayoritas rakyat hidup dalam kesengsaraan. Lapangan pekerjaan semakin sempit, pengangguran kian membludak dan berbagai tindak criminal mulai menjadi wabah social kemanusiaan. Kondisi seperti ini hanya akan melahirkan system individualistis yang semakin tajam.setiap manusia –termasuk mahasiswa- lalu berpikir pintas untuk menyelamatkan diri,dan akhirnya tidak peduli dengan keadaan lingkungannya. Standar perbuatan mereka adalah manfaat.bagi mereka yang penting bermanfaat bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain.Kelompok seperti ini memang benar-benar ingin menikmati dan hidup tenteram dalam kondisi sekarang.mereka tidak peduli kenikmatan hidupnya itu diraih diatas penderitaan orang lain. Bagi kelompok mahasiswa seperti ini keberhasilan studi merupakan cita-cita yang paling dijunjung tinggi dan senantiasa jadi haluan perjuangannya.Bagi mereka ,standar keberhasilan itu adalah meraih nilai studi yang setinggi-tingginya.Teori memang cukup mereka kuasai namun keilmuannya tidak berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam kehidupan masyarakat.Dalam studinya ,kelompok ini memang relative banyak berhasil namun mereka belum mampu memenuhi dambaan dan harapan umat manusia. Kehidupan mahasiswa kelompok ini hanya antara kampus dan rumah atau tempat kos yang disebut dengan mahasiswa Kupu-kupu(Kuliah pulang-kuliah pulang).Angan-angan mereka kalau sudah lulus kelak pekerjaan yang mantap dengan gaji yang besar,istri yang cantik atau suami yang tampan,fasilitas yang mewah dan anak-anak yang lucu dan manis.Persetan dengan lingkungan! Yang penting aku,istri/suami,anak-anakku dan keluargaku aman!. Pandangan hidup yang konservatif dan system kehidupan individualistic yang menegasikan dan menghilangkan hakekatnya manusia adalah sebagai makhluk social yang pada dasarnya tidak membeda-bedakan harkat,martabat dan derajat manusia yang artian stratifikasi social dan klasifikasi sosial dalam kehidupan dilingkungan kampus dan masyarakat yang dalam artian sebuah cita-cita idealnya manusia.
Adapun kelompok pemuda-mahasiswa yang peduli lingkungan dan sadar akan kerusakan system yang ada akibat tidak adanya rasionalitas diatas realitas kehidupan sebagai bentuk implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.Dengan pemahaman terhadap kenyataan seperti itu disertai pendalaman tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi secara esensial.
Dinamika mahasiswa dari sebuah institusi pendidikan tinggi sangat potensial untuk melakukan perubahan baik itu dalam kalangan lingkungan kampus dan masyarakat oleh karena itu paradigma tentang perubahan menjadi penting dipahami. Setidaknya ada perspektif yang dijadikan pisau analisis terhadap persoalan perubahan.Pertama,perspektif teknis operasional.artinya krisis ini terjadi akibat missed management yang solusinya dengan pembenahan management. Kedua.perspektif politis,yaitu lemahnya leadership,miskin grand vision yang ujung-ujungnya adalah tuntutan suksesi pendidikan tinggi akibatnya adalah terbatas bahkan tidak ada sama sekali ruang yang dapat menjadikan pengembangan sumber daya manusia katakanlah mahasiswa yang bertumpu pada politisasi kampus dengan wawasan almamater ,padahal untuk sebuah kemajuan dan perubahan secara ideal.Oleh karenanya perubahan itu seharusnya jangan dipandang pragmatis melainkan memandang perubahan secara totalitas melalui prosesnya yang berdasarkan pada keyakinan dasar,yang darinya diambil metode untuk merealisasi tujuan yang diharapkan. Maka setidaknya ada beberapa hal yang dapat menunjukan eksistensi mahasiswa dengan paradigma tri dharma perguruan tinggi.diantaranya human development,yakni membekali dan mematangkan konsep alternative perubahan secara kosistensi.pengetahuan yang intergral dan menyeluruh mengenai eksistensinya oleh karenanya memang harus sungguh-sungguh ingin direalisasikan ditengah-tengah masyarakat,yang berarti proses transformasi pendidikan tinggi yang berdasarkan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan,Penelitian,Pengabdian) telah terjadi. Medan,5 Oktober 2007 (0640012.STIBA Inggris PerguruanTinggiSwadaya)

Senin, 18 Maret 2013

Kronologi singkat penangkapan 21 warga desa Pandumaan-Sipituhuta,kecamatan Pollung,Kabupaten Humbang Hasundutan Sumut menentang PT.TPL

Sebanyak 21 warga Desa Pandumaan - Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, ditangkap Sat Brimob dan Polres Humbang Hasundutan pada Senin (25/2) hingga Selasa (26/2). Mereka di tangkap saat sedang berupaya menghentikan aktivitas PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) di tanah adat milik warga “Tombak Haminjon” (hutan kemenyan).
Konflik di hutan kemenyan seluas kurang lebih 4100 hektar yang di miliki dan usahai masyarakat adat desa Pandumaan dan Sipituhuta secara turun-temurun sampai 13 generasi ini bukan yang pertama kali terjadi. Tapi hingga kini belum ada penyelesaian yang melibatkan masyarakat adat secara penuh. Makanya, setiap kali masyarakat melakukan penolakan terahadap operasional PT TPL di atas tanah adat, mereka justru menjadi korban diskriminasi penegakan hukum. Bahkan hingga pernyataan ini dibuat, suasana di dua desa tersebut mencekam. Warga terintimidasi akibat sikap Polres Humbahas yang selalu menyisir warga ke desa.
Kronologis singkat yang di dapat dari KSPPM, Kelompok pendamping di sana: Rabu (20/2) pertemuan di hutan Dolok Ginjang, Pandumaan, di hadiri puluhan orang petani kemenyan, pihak TPL, kontraktor, Kapolres, dan Camat Pollung. Pertemuan ini menyepakati untuk sementara waktu karwayan PT TPL tidak bisa memasuki kawasan berkonflik, termasuk menebangi eukaliptus yang menurut warga bermasalah.
Sabtu (23/2), petani kemenyan mendapati karyawan PT TPL memasuki kawasan berkonflik secara beramai-ramai, melakukan penebangan pohon eukaliptus, kemudian menanaminya. Warga melakukan protes tapi tidak di gubris.
Minggu (24/2), bentrok antara karyawan PT TPL dengan warga terjadi di hutan kemenyan. Karena karyawan lebih banyak jumlahnya, warga kembali pulang ke perkampungan.
Senin pagi (25/2), sekitar 250 laki-laki pergi ke tombak di Dolok Ginjang karena informasinya PT TPL melakukan kegiatan menebang, menanam serta memupuk eukaliptus. Pukul 13:52, warga membunyikan lonceng gereja untuk memberi kabar bahwa Roi Lumban Batu, warga Sipituhuta di tangkap Brimob.
Pukul 14.17, mobil Brimob beserta satu mobil polisi melintasi simpang Marade menuju lokasi konflik. Kaum ibu memberhentikan mobil tersebut dengan kayu. Namun mobil Brimob tidak berhenti dan tidak memperdulikan aksi dan nyaris menabrak seorang ibu. Tiba-tiba terdengar suara seperti tembakan. Akhirnya massa mundur dan mobil meneruskan perjalanan.
Pukul 15.20, informasi dari tombak bahwa 16 petani di tangkap Brimob. Sempat terjadi kejar-kejaran antara massa petani dengan mobil patroli dari arah Hutapaung, Desa tetangga Pandumaan. Mobil selamat dari kejaran massa dengan berbalik arah melalui jalan lain.
Selasa pagi (26/2), kembali lima warga di tangkap polisi dan di tahan di Mapolresta Humbang Hasundutan tanpa alasan yang jelas. Penyisiran oleh Brimob juga dilakukan ke rumah-rumah warga.
Elemen masyarakat Sumut turut bersolidaritas kepada korban kesewenang-wenangan polisi dan mendesak pembebasan 21 warga yang ditangkap. Hentikan aktivitas PT TPL di tanah adat milik rakyat, tegakkan profesionalisme kepolisian, polisi seharusnya melindungi rakyat bukan menjadi ‘centeng’ perusahaan. Hentikan segala bentuk diskriminasi hukum dan mendesak pemerintah untuk melakukan penyelesaian konflik tanah di Pandumaan-Sipituhuta dengan melibatkan rakyat secara penuh.

Jumat, 15 Maret 2013

Seruan Solidaritas ‘Selamatkan Pandumaan-Sipituhuta’

Konflik agraria kembali terjadi di Indonesia: adanya pihak yg ingin menghancurkan lingkungan demi produksi massal, sedangkan yg lain berusaha untuk menghentikannya. Persoalan lama yg terus berulang. Mari kita terus melawan selama masih ada ketidak-adilan. Jika anda mencintai keindahan Indonesia dan berharap untuk dapat melihatnya dalam waktu yg sangat lama, maka anda tahu harus berdiri di sisi yg mana. Kali ini konflik terjadi di Pandumaan dan Sipituhuta, dua daerah di Kabupaten Humbang Hasuhutan, Propinsi Sumatera Utara, di mana masyarakat adat Tano Batak hidup. Konflik terjadi setelah PT Toba Pulp Lestari memutuskan untuk mengganti Styrax benzoin milik rakyat di hutan Tombak Haminjon dengan pohon eucalyptus yg merupakan bahan utama dari produksi kertas. Selama 13 generasi berada di tanah ini, masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta telah menanam benzoin selama lebih dari 300 tahun. Pohon-pohon Styrax ini adalah sumber utama dari penghasilan mereka. Mereka juga memperlakukan tanah dan pohon dengan rasa hormat. Menurut penulis Limantina Sihaloho dalam artikelnya yg berjudul ‘Haminjon Batak’, salah satu tetua masyarakat adat mengatakan bahwa petani benzoin harus murni dalam ucapan dan perbuatannya, jika tidak maka pohonpohon tersebut tidak akan menghasilkan getah benzoin yg baik dan mereka –para petani ini– akan menemui kesulitan di hutan. Selama musim panen, para pria akan tinggal di hutan dalam beberapa hari, dan para wanita akan datang dengan membawa bekal makanan dari waktu ke waktu. Hutan tersebut menyatukan masyarakat adat di sekitarnya. Hutan haminjon yg penuh berkah dan inspirasi, juga diabadikan dalam lagulagu rakyat, sebagai pujian rasa syukur rakyat kepada Tuhan karena telah memberikan pohon dan tanaman yg dapat mendukung kehidupan mereka. Masyarakat adat ini juga memiliki rasa tanggung jawab spiritual untuk melindungi pohonpohon tersebut dari ulah manusia yg akan menyebabkan kerusakan bagi hutan mereka. Masyarakat adat telah menolak keberadaan PT Toba Pulp Lestari, dan melawan kegiatan penyerobotan tanah yg dilakukan oleh korporasi di wilayah mereka, sejak tahun 2009. Sebuah komite khusus perwakilan rakyat telah memetakan batasbatas tanah dan meminta Kementrian Kehutanan Indonesia untuk meninggalkan hutan milik masyarakat adat. Namun sampai sekarang, belum ada dokumen hukum yg dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan untuk menanggulangi masalah ini, sedangkan pohon Styrax terus ditebang dan jalan setapak terus dibangun di dalam hutan. Warga setempat telah membuat pengaduan dan melancarkan perlawanan fisik, dan barubaru ini kemarahan mereka tergambarkan melalui aksi pembakaran mesin penggalian perusahaan pada minggu terakhir di bulan Februari lalu. Sampai kini, 31 anggota komunitas adat Pandumaan dan Sipituhuta ditangkap. Sekitar 2.000 masyarakat adat di Tano Batak mendatangi Kantor Polisi Humbang Hasundutan dan mendesak pembebasan warga yg ditangkap. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka sangat menyesalkan kejadian ini dan mengutuk keras aksi penangkapan yg dilakukan oleh aparat keamanan. Mereka mendesak PT Toba Pulp Lestari dan aparat keamanan untuk menghormati hakhak masyarakat adat di Pandumaan dan Sipituhuta, dan menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan nyata untuk mengatasi konflik ini. Selanjutnya, AMAN dan siapa saja yg telah memilih untuk berpihak pada rakyat menyerukan pembebasan semua anggota masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta yg telah ditahan. Selain itu, kami meminta aparat keamanan untuk melakukan pekerjaan yg sebenarnya untuk mencegah kekerasan, menjaga perdamaian, dan melayani masyarakat dalam mencapai hakhak mereka. BEKABULUH juga akan melakukan boikot terhadap produk PT Toba Pulp Lestari, termasuk merek Paper One. Perusahaan tersebut tidak mentolerir kegiatan merusak lingkungan, dan hanya akan melanjutkan untuk menggunakan produk tersebut setelah semuanya kembali ke etika bisnis yg bertanggung jawab. Menyebarkan seruan Sihaloho: Selamatkan hutan benzoin, Selamatkan kearifan lokal. Selamatkan Pandumaan-Sipituhuta. Bersama kita bisa.