Senin, 18 Maret 2013

Kronologi singkat penangkapan 21 warga desa Pandumaan-Sipituhuta,kecamatan Pollung,Kabupaten Humbang Hasundutan Sumut menentang PT.TPL

Sebanyak 21 warga Desa Pandumaan - Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, ditangkap Sat Brimob dan Polres Humbang Hasundutan pada Senin (25/2) hingga Selasa (26/2). Mereka di tangkap saat sedang berupaya menghentikan aktivitas PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) di tanah adat milik warga “Tombak Haminjon” (hutan kemenyan).
Konflik di hutan kemenyan seluas kurang lebih 4100 hektar yang di miliki dan usahai masyarakat adat desa Pandumaan dan Sipituhuta secara turun-temurun sampai 13 generasi ini bukan yang pertama kali terjadi. Tapi hingga kini belum ada penyelesaian yang melibatkan masyarakat adat secara penuh. Makanya, setiap kali masyarakat melakukan penolakan terahadap operasional PT TPL di atas tanah adat, mereka justru menjadi korban diskriminasi penegakan hukum. Bahkan hingga pernyataan ini dibuat, suasana di dua desa tersebut mencekam. Warga terintimidasi akibat sikap Polres Humbahas yang selalu menyisir warga ke desa.
Kronologis singkat yang di dapat dari KSPPM, Kelompok pendamping di sana: Rabu (20/2) pertemuan di hutan Dolok Ginjang, Pandumaan, di hadiri puluhan orang petani kemenyan, pihak TPL, kontraktor, Kapolres, dan Camat Pollung. Pertemuan ini menyepakati untuk sementara waktu karwayan PT TPL tidak bisa memasuki kawasan berkonflik, termasuk menebangi eukaliptus yang menurut warga bermasalah.
Sabtu (23/2), petani kemenyan mendapati karyawan PT TPL memasuki kawasan berkonflik secara beramai-ramai, melakukan penebangan pohon eukaliptus, kemudian menanaminya. Warga melakukan protes tapi tidak di gubris.
Minggu (24/2), bentrok antara karyawan PT TPL dengan warga terjadi di hutan kemenyan. Karena karyawan lebih banyak jumlahnya, warga kembali pulang ke perkampungan.
Senin pagi (25/2), sekitar 250 laki-laki pergi ke tombak di Dolok Ginjang karena informasinya PT TPL melakukan kegiatan menebang, menanam serta memupuk eukaliptus. Pukul 13:52, warga membunyikan lonceng gereja untuk memberi kabar bahwa Roi Lumban Batu, warga Sipituhuta di tangkap Brimob.
Pukul 14.17, mobil Brimob beserta satu mobil polisi melintasi simpang Marade menuju lokasi konflik. Kaum ibu memberhentikan mobil tersebut dengan kayu. Namun mobil Brimob tidak berhenti dan tidak memperdulikan aksi dan nyaris menabrak seorang ibu. Tiba-tiba terdengar suara seperti tembakan. Akhirnya massa mundur dan mobil meneruskan perjalanan.
Pukul 15.20, informasi dari tombak bahwa 16 petani di tangkap Brimob. Sempat terjadi kejar-kejaran antara massa petani dengan mobil patroli dari arah Hutapaung, Desa tetangga Pandumaan. Mobil selamat dari kejaran massa dengan berbalik arah melalui jalan lain.
Selasa pagi (26/2), kembali lima warga di tangkap polisi dan di tahan di Mapolresta Humbang Hasundutan tanpa alasan yang jelas. Penyisiran oleh Brimob juga dilakukan ke rumah-rumah warga.
Elemen masyarakat Sumut turut bersolidaritas kepada korban kesewenang-wenangan polisi dan mendesak pembebasan 21 warga yang ditangkap. Hentikan aktivitas PT TPL di tanah adat milik rakyat, tegakkan profesionalisme kepolisian, polisi seharusnya melindungi rakyat bukan menjadi ‘centeng’ perusahaan. Hentikan segala bentuk diskriminasi hukum dan mendesak pemerintah untuk melakukan penyelesaian konflik tanah di Pandumaan-Sipituhuta dengan melibatkan rakyat secara penuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar