Rabu, 20 Maret 2013

MENAKAR EKSISTENSI MAHASISWA DALAM PERSPEKTIF TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

Dinamika kampus sebagai lembaga pendidikan terus berjalan,sebab dari lembaga inilah,sebagian besar pertanyaan dari perkembangan realitas dunia dapat terjawab yang dalam artian bahwa kampus adalah wadah yang mentranformasikan pengetahuan yang secara teoritis antara pendidik dan peserta didik dengan pedoman Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan,penelitian dan Pengabdian sebab berbicara tentang eksistensi juga harus berbicara esensi dari sebuah peran sebagai mahasiswa yang mengenyam pendidikan tinggi yang dapat menjadikan peserta didik berpikir secara ilmiah,objektif,rasional dan bervisi dengan wawasan almamaternya.Hal-hal tersebutlah yang stidaknya diperkenalkan pada masa-masa Ospek(orientasi pengenalan kampus) yang pada dasarnya diperkenalkan pada calon-calon mahasiswa baru pada masa Penerimaan mahsiswa baru di tahun ajaran perguruan tinggi saat ini dan seterusnya bukan pada hal-hal yang sering kali kita dengar dengan Ospek(orientasi pengenalan kekerasan) Kilas balik sejarah Mahasiswa dan perubahan,dua kata kunci ini memang sulit untuk dipisahkan ,berbicara tentang mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari predikat prestisius yang kerap disandangnya ,yakni sebagai “intelektual muda”.Dan berbicara tentang perubahan tidaklah menarik kalau tidak melibatkan peran strategis dan fungsional yang selama ini diperankan oleh mahasiswa .Berbagai lakon dan episode positif telah berhasil ditunjukkan oleh mahasiswa seperti gerakan pemuda pribumi dari kelas priayi yang telah belajar ketingkat pendidikan tinggi pada masa colonial atau masa pra kemerdekaan 1945 karena semangat kebangsaannyalah yang membawa mereka kembali kepada kesadaran politik tentang arti sebuah kemerdekaan yang harus melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan pembodohan yang diciptakan oleh colonial dan peran mahasiswa sangat strategis untuk menjalankan konsep-konsep kemerdekaan.
“Berikan saya sepuluh orang pemuda,maka saya akan merubah dunia…” (Soekarno)
Dan pasca kemerdekaan masih terus eksis dari Orde lama dan tahun 98 sebuah demonstrasi kolektif menuntut reformasi antar kampus-kampus di Indonesia yang akhirnya menamatkan riwayat rezim otoritarianisme Soeharto pada masa Orde Barunya yang menciptakan krisis berkepanjangan dan presiden RI yang kedua tersebut jugalah yang menciptakan NKK BKK yang tak terbantahkan. Hingga pada akhirnya ada “kamus baru” yaitu Reformasi Akan tetapi,reformasi sebagaimana yang telah digulirkan dari dunia kampus di Indonesia telah berubah menjadi deformasi yang menuju pada holocaust social. Orientasi perubahan bagi tatanan masyarakat ( politik,ekonomi,social, kemasyarakatan)yang lebih kondusif bertolak belakang 180 derajat di lapangan realitas.Artinya bahwa reformasi yang terjadi selama ini,diakui atau tidak –hanya bertumpu pada persoalan politik praktis tanpa pernah sedikit pun memandang substansi dari krisis multidimensional yang terjadi. Fenomena ini telah menyeret dalam arena pertarungan politik praktis dan kepentingan.Pada kondisi demikian,mahasiswa akan berada pada titik focus mesin legalisasi kepentingan politik tertentu yang sayangnya tidak disertai konsepsionalisasi yang objektif dan tidak menciptakan rasionalitas diatas realitas,tidak mengherankan pada akhirnya tingkat kepercayaan masyarakat akan merosot tajam.Kecendrungan ini menunjukkan kesadaran politik mahasiswa selama ini lebih didorong oleh factor kesadaran moral atau gerakan moral. Ada dua alasan mengapa peran pemuda mahasiswa menjadi minimum.
Pertama persoalan struktural.”Manusia adalah makhluk politik (zoon politicon)”kata Aristoteles ,dan karena mahasiswa adalah juga manusia,maka aktivitas politik tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mahasiswa.sebab ada media politisasi kampus akan tetapi potensi ini telah ‘dimatikan’ secara sistematik. Tidak tersedianya ruang gerak yang cukup untuk mengembangkan kreativitas dan pengaktualisasikan diri mahasiswa secara wajar dan proporsional.dan mahasiswa pada akhirnya digiring untuk sekedar berkutat pada persoalan diktat dengan pengawasan ekstra ketat.
Kedua,persoalan cultural..terdapatnya missed perception tentang perubahan yang diidentikkan dengan perebutan atau penumbangan kekuasaan dan praktek kekuasaan yang cenderung kotor dengan stigma negative, maka perlu dianalisis secara objektif yang didasarkan pada silogime mantiq(logika ilmiah) .Analisis ini telah memberikan konstribusi semacam multiplier effect untuk men concern-kan kita terhadap persoalan problematika dan perubahan.Kendala cultural ini bila diusut lebih kedalam juga merupakan imbas dari persoalan structural.Artinya bila hanya satu atau bahkan beberapa personal mahasiswa saja yang pragmatis dan apatis tentang perubahan maka itu tidak terlalu berpengaruh dan menimbulkan problem.tetapi bila tidak ada sama sekali dan hilangnya gairah atau semangat perubahan akibat depolitisasi kampus secara laten,maka ini adalah problem serius,Artinya,remarjinalisasi semangat perubahan mahasiswa bukan sekedar prognosis futuristic (ramalan masa depan)melainkan ineviabilitas histories atau pengkaburan nilai-nilai sejarah.
Kalau memperhatikan realitas yang terjadi di kampus-kampus secara umum, paling tidak kita akan menemukan kelompok mahasiswa yang pemahamannya dan kecendrungannya relative berbeda sesuai dengan perbedaan landasan pemikiran yang mendasarinya.Berikut dipaparkan beberapa kekinian kehidupan kampus dan mahasiswa yang dibagi dalam beberapa kelompok diantaranya adalah mereka yang apatis atau cuek terhadap kondisi kehidupan masyarakat yakni,mereka yang tidak peduli dengan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat.Bagi mereka yang penting selamat.Ngapain susah mikirin nasib orang lain,mikirin diri sendiri aja udah susah. Memang system kapitalis yang menyetir pola kehidupan sekarang melahirkan degradasi nilai-nilai kemanusiaan. Sistem ini memang berhasil memberikan nilai materi yang cukup berlimpah. Namun, ternyata keberhasilan itu hanya diraup oleh segelintir orang yang kuat, sementara mayoritas rakyat hidup dalam kesengsaraan. Lapangan pekerjaan semakin sempit, pengangguran kian membludak dan berbagai tindak criminal mulai menjadi wabah social kemanusiaan. Kondisi seperti ini hanya akan melahirkan system individualistis yang semakin tajam.setiap manusia –termasuk mahasiswa- lalu berpikir pintas untuk menyelamatkan diri,dan akhirnya tidak peduli dengan keadaan lingkungannya. Standar perbuatan mereka adalah manfaat.bagi mereka yang penting bermanfaat bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain.Kelompok seperti ini memang benar-benar ingin menikmati dan hidup tenteram dalam kondisi sekarang.mereka tidak peduli kenikmatan hidupnya itu diraih diatas penderitaan orang lain. Bagi kelompok mahasiswa seperti ini keberhasilan studi merupakan cita-cita yang paling dijunjung tinggi dan senantiasa jadi haluan perjuangannya.Bagi mereka ,standar keberhasilan itu adalah meraih nilai studi yang setinggi-tingginya.Teori memang cukup mereka kuasai namun keilmuannya tidak berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam kehidupan masyarakat.Dalam studinya ,kelompok ini memang relative banyak berhasil namun mereka belum mampu memenuhi dambaan dan harapan umat manusia. Kehidupan mahasiswa kelompok ini hanya antara kampus dan rumah atau tempat kos yang disebut dengan mahasiswa Kupu-kupu(Kuliah pulang-kuliah pulang).Angan-angan mereka kalau sudah lulus kelak pekerjaan yang mantap dengan gaji yang besar,istri yang cantik atau suami yang tampan,fasilitas yang mewah dan anak-anak yang lucu dan manis.Persetan dengan lingkungan! Yang penting aku,istri/suami,anak-anakku dan keluargaku aman!. Pandangan hidup yang konservatif dan system kehidupan individualistic yang menegasikan dan menghilangkan hakekatnya manusia adalah sebagai makhluk social yang pada dasarnya tidak membeda-bedakan harkat,martabat dan derajat manusia yang artian stratifikasi social dan klasifikasi sosial dalam kehidupan dilingkungan kampus dan masyarakat yang dalam artian sebuah cita-cita idealnya manusia.
Adapun kelompok pemuda-mahasiswa yang peduli lingkungan dan sadar akan kerusakan system yang ada akibat tidak adanya rasionalitas diatas realitas kehidupan sebagai bentuk implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.Dengan pemahaman terhadap kenyataan seperti itu disertai pendalaman tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi secara esensial.
Dinamika mahasiswa dari sebuah institusi pendidikan tinggi sangat potensial untuk melakukan perubahan baik itu dalam kalangan lingkungan kampus dan masyarakat oleh karena itu paradigma tentang perubahan menjadi penting dipahami. Setidaknya ada perspektif yang dijadikan pisau analisis terhadap persoalan perubahan.Pertama,perspektif teknis operasional.artinya krisis ini terjadi akibat missed management yang solusinya dengan pembenahan management. Kedua.perspektif politis,yaitu lemahnya leadership,miskin grand vision yang ujung-ujungnya adalah tuntutan suksesi pendidikan tinggi akibatnya adalah terbatas bahkan tidak ada sama sekali ruang yang dapat menjadikan pengembangan sumber daya manusia katakanlah mahasiswa yang bertumpu pada politisasi kampus dengan wawasan almamater ,padahal untuk sebuah kemajuan dan perubahan secara ideal.Oleh karenanya perubahan itu seharusnya jangan dipandang pragmatis melainkan memandang perubahan secara totalitas melalui prosesnya yang berdasarkan pada keyakinan dasar,yang darinya diambil metode untuk merealisasi tujuan yang diharapkan. Maka setidaknya ada beberapa hal yang dapat menunjukan eksistensi mahasiswa dengan paradigma tri dharma perguruan tinggi.diantaranya human development,yakni membekali dan mematangkan konsep alternative perubahan secara kosistensi.pengetahuan yang intergral dan menyeluruh mengenai eksistensinya oleh karenanya memang harus sungguh-sungguh ingin direalisasikan ditengah-tengah masyarakat,yang berarti proses transformasi pendidikan tinggi yang berdasarkan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan,Penelitian,Pengabdian) telah terjadi. Medan,5 Oktober 2007 (0640012.STIBA Inggris PerguruanTinggiSwadaya)

Senin, 18 Maret 2013

Kronologi singkat penangkapan 21 warga desa Pandumaan-Sipituhuta,kecamatan Pollung,Kabupaten Humbang Hasundutan Sumut menentang PT.TPL

Sebanyak 21 warga Desa Pandumaan - Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, ditangkap Sat Brimob dan Polres Humbang Hasundutan pada Senin (25/2) hingga Selasa (26/2). Mereka di tangkap saat sedang berupaya menghentikan aktivitas PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) di tanah adat milik warga “Tombak Haminjon” (hutan kemenyan).
Konflik di hutan kemenyan seluas kurang lebih 4100 hektar yang di miliki dan usahai masyarakat adat desa Pandumaan dan Sipituhuta secara turun-temurun sampai 13 generasi ini bukan yang pertama kali terjadi. Tapi hingga kini belum ada penyelesaian yang melibatkan masyarakat adat secara penuh. Makanya, setiap kali masyarakat melakukan penolakan terahadap operasional PT TPL di atas tanah adat, mereka justru menjadi korban diskriminasi penegakan hukum. Bahkan hingga pernyataan ini dibuat, suasana di dua desa tersebut mencekam. Warga terintimidasi akibat sikap Polres Humbahas yang selalu menyisir warga ke desa.
Kronologis singkat yang di dapat dari KSPPM, Kelompok pendamping di sana: Rabu (20/2) pertemuan di hutan Dolok Ginjang, Pandumaan, di hadiri puluhan orang petani kemenyan, pihak TPL, kontraktor, Kapolres, dan Camat Pollung. Pertemuan ini menyepakati untuk sementara waktu karwayan PT TPL tidak bisa memasuki kawasan berkonflik, termasuk menebangi eukaliptus yang menurut warga bermasalah.
Sabtu (23/2), petani kemenyan mendapati karyawan PT TPL memasuki kawasan berkonflik secara beramai-ramai, melakukan penebangan pohon eukaliptus, kemudian menanaminya. Warga melakukan protes tapi tidak di gubris.
Minggu (24/2), bentrok antara karyawan PT TPL dengan warga terjadi di hutan kemenyan. Karena karyawan lebih banyak jumlahnya, warga kembali pulang ke perkampungan.
Senin pagi (25/2), sekitar 250 laki-laki pergi ke tombak di Dolok Ginjang karena informasinya PT TPL melakukan kegiatan menebang, menanam serta memupuk eukaliptus. Pukul 13:52, warga membunyikan lonceng gereja untuk memberi kabar bahwa Roi Lumban Batu, warga Sipituhuta di tangkap Brimob.
Pukul 14.17, mobil Brimob beserta satu mobil polisi melintasi simpang Marade menuju lokasi konflik. Kaum ibu memberhentikan mobil tersebut dengan kayu. Namun mobil Brimob tidak berhenti dan tidak memperdulikan aksi dan nyaris menabrak seorang ibu. Tiba-tiba terdengar suara seperti tembakan. Akhirnya massa mundur dan mobil meneruskan perjalanan.
Pukul 15.20, informasi dari tombak bahwa 16 petani di tangkap Brimob. Sempat terjadi kejar-kejaran antara massa petani dengan mobil patroli dari arah Hutapaung, Desa tetangga Pandumaan. Mobil selamat dari kejaran massa dengan berbalik arah melalui jalan lain.
Selasa pagi (26/2), kembali lima warga di tangkap polisi dan di tahan di Mapolresta Humbang Hasundutan tanpa alasan yang jelas. Penyisiran oleh Brimob juga dilakukan ke rumah-rumah warga.
Elemen masyarakat Sumut turut bersolidaritas kepada korban kesewenang-wenangan polisi dan mendesak pembebasan 21 warga yang ditangkap. Hentikan aktivitas PT TPL di tanah adat milik rakyat, tegakkan profesionalisme kepolisian, polisi seharusnya melindungi rakyat bukan menjadi ‘centeng’ perusahaan. Hentikan segala bentuk diskriminasi hukum dan mendesak pemerintah untuk melakukan penyelesaian konflik tanah di Pandumaan-Sipituhuta dengan melibatkan rakyat secara penuh.

Jumat, 15 Maret 2013

Seruan Solidaritas ‘Selamatkan Pandumaan-Sipituhuta’

Konflik agraria kembali terjadi di Indonesia: adanya pihak yg ingin menghancurkan lingkungan demi produksi massal, sedangkan yg lain berusaha untuk menghentikannya. Persoalan lama yg terus berulang. Mari kita terus melawan selama masih ada ketidak-adilan. Jika anda mencintai keindahan Indonesia dan berharap untuk dapat melihatnya dalam waktu yg sangat lama, maka anda tahu harus berdiri di sisi yg mana. Kali ini konflik terjadi di Pandumaan dan Sipituhuta, dua daerah di Kabupaten Humbang Hasuhutan, Propinsi Sumatera Utara, di mana masyarakat adat Tano Batak hidup. Konflik terjadi setelah PT Toba Pulp Lestari memutuskan untuk mengganti Styrax benzoin milik rakyat di hutan Tombak Haminjon dengan pohon eucalyptus yg merupakan bahan utama dari produksi kertas. Selama 13 generasi berada di tanah ini, masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta telah menanam benzoin selama lebih dari 300 tahun. Pohon-pohon Styrax ini adalah sumber utama dari penghasilan mereka. Mereka juga memperlakukan tanah dan pohon dengan rasa hormat. Menurut penulis Limantina Sihaloho dalam artikelnya yg berjudul ‘Haminjon Batak’, salah satu tetua masyarakat adat mengatakan bahwa petani benzoin harus murni dalam ucapan dan perbuatannya, jika tidak maka pohonpohon tersebut tidak akan menghasilkan getah benzoin yg baik dan mereka –para petani ini– akan menemui kesulitan di hutan. Selama musim panen, para pria akan tinggal di hutan dalam beberapa hari, dan para wanita akan datang dengan membawa bekal makanan dari waktu ke waktu. Hutan tersebut menyatukan masyarakat adat di sekitarnya. Hutan haminjon yg penuh berkah dan inspirasi, juga diabadikan dalam lagulagu rakyat, sebagai pujian rasa syukur rakyat kepada Tuhan karena telah memberikan pohon dan tanaman yg dapat mendukung kehidupan mereka. Masyarakat adat ini juga memiliki rasa tanggung jawab spiritual untuk melindungi pohonpohon tersebut dari ulah manusia yg akan menyebabkan kerusakan bagi hutan mereka. Masyarakat adat telah menolak keberadaan PT Toba Pulp Lestari, dan melawan kegiatan penyerobotan tanah yg dilakukan oleh korporasi di wilayah mereka, sejak tahun 2009. Sebuah komite khusus perwakilan rakyat telah memetakan batasbatas tanah dan meminta Kementrian Kehutanan Indonesia untuk meninggalkan hutan milik masyarakat adat. Namun sampai sekarang, belum ada dokumen hukum yg dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan untuk menanggulangi masalah ini, sedangkan pohon Styrax terus ditebang dan jalan setapak terus dibangun di dalam hutan. Warga setempat telah membuat pengaduan dan melancarkan perlawanan fisik, dan barubaru ini kemarahan mereka tergambarkan melalui aksi pembakaran mesin penggalian perusahaan pada minggu terakhir di bulan Februari lalu. Sampai kini, 31 anggota komunitas adat Pandumaan dan Sipituhuta ditangkap. Sekitar 2.000 masyarakat adat di Tano Batak mendatangi Kantor Polisi Humbang Hasundutan dan mendesak pembebasan warga yg ditangkap. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka sangat menyesalkan kejadian ini dan mengutuk keras aksi penangkapan yg dilakukan oleh aparat keamanan. Mereka mendesak PT Toba Pulp Lestari dan aparat keamanan untuk menghormati hakhak masyarakat adat di Pandumaan dan Sipituhuta, dan menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan nyata untuk mengatasi konflik ini. Selanjutnya, AMAN dan siapa saja yg telah memilih untuk berpihak pada rakyat menyerukan pembebasan semua anggota masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta yg telah ditahan. Selain itu, kami meminta aparat keamanan untuk melakukan pekerjaan yg sebenarnya untuk mencegah kekerasan, menjaga perdamaian, dan melayani masyarakat dalam mencapai hakhak mereka. BEKABULUH juga akan melakukan boikot terhadap produk PT Toba Pulp Lestari, termasuk merek Paper One. Perusahaan tersebut tidak mentolerir kegiatan merusak lingkungan, dan hanya akan melanjutkan untuk menggunakan produk tersebut setelah semuanya kembali ke etika bisnis yg bertanggung jawab. Menyebarkan seruan Sihaloho: Selamatkan hutan benzoin, Selamatkan kearifan lokal. Selamatkan Pandumaan-Sipituhuta. Bersama kita bisa.